0 Comments

Setelah sukses besar dari gim pertamanya, The Last of Us Part II hadir dengan narasi yang lebih kompleks, emosional, dan berani. Berlatar lima tahun setelah akhir kisah pertama, gim ini membawa pemain kembali ke dunia pasca-apokaliptik yang tidak hanya brutal secara fisik, tetapi juga penuh luka batin yang dalam. Fokus cerita kini tidak lagi hanya tentang bertahan hidup dari infeksi, tapi juga soal konsekuensi dari pilihan-pilihan kelam yang diambil para tokohnya.

Kedamaian yang Rapuh

Ellie dan Joel kini tinggal di komunitas damai di Jackson, Wyoming. Mereka mencoba menjalani hidup normal di tengah dunia yang porak-poranda. Ellie beranjak dewasa, membangun hubungan baru, dan perlahan mulai menemukan makna hidupnya sendiri. Namun, kedamaian itu tak berlangsung lama. Sebuah peristiwa mengejutkan terjadi dan mengguncang fondasi emosional Ellie.

Insiden itu bukan hanya mengubah pandangannya terhadap dunia, tapi juga terhadap Joel — sosok ayah sekaligus pelindung yang telah menyelamatkan hidupnya berkali-kali. Di titik ini, hubungan keduanya yang tadinya erat mulai retak. Ellie mulai mempertanyakan kebenaran dan motif Joel, terutama menyangkut keputusan besar yang ia ambil di akhir gim pertama.

Perjalanan Balas Dendam

Dipicu oleh rasa duka dan amarah, Ellie memulai perjalanan panjang melintasi wilayah berbahaya menuju Seattle, demi membalas dendam terhadap kelompok misterius yang bertanggung jawab atas tragedi yang ia alami. Di sinilah The Last of Us Part II memperlihatkan sisi kelam dari balas dendam — bahwa rasa sakit tidak pernah benar-benar terobati dengan kekerasan.

Perjalanan Ellie membawanya ke dalam konfrontasi moral, menghadapkan pemain pada dilema yang tidak punya jawaban benar atau salah. Di sepanjang jalan, ia akan bertemu dengan berbagai karakter baru, termasuk Abby — sosok misterius yang memiliki latar belakang mengejutkan dan menjadi pusat kontroversi dalam cerita.

Karakter Lebih Dalam, Dunia Lebih Luas

Naughty Dog, sang pengembang, membangun dunia yang lebih terbuka dan detail dibanding seri sebelumnya. Seattle yang hancur jadi medan konflik yang hidup, penuh dengan area rahasia, catatan peninggalan masa lalu, serta nuansa sunyi yang menggugah perasaan. Setiap karakter, baik kawan maupun lawan, memiliki motif yang kuat, menjadikan mereka bukan sekadar figuran, tetapi bagian penting dari perjalanan emosional Ellie.

Joel sendiri, meskipun tidak lagi menjadi tokoh utama yang bisa dimainkan, tetap memegang peran kunci dalam narasi. Kehadirannya membayang di setiap langkah Ellie — sebagai memori, sebagai sumber kekuatan, dan kadang sebagai beban moral yang menghantui.

Pesan Moral yang Mengoyak

The Last of Us Part II bukan sekadar gim petualangan. Ia adalah cermin terhadap sifat manusia, tentang siklus kekerasan, trauma, dan bagaimana cinta bisa jadi kekuatan atau malah menghancurkan. Joel dan Ellie tidak lagi hanya berjuang melawan infeksi, tetapi juga melawan bayang-bayang dari masa lalu mereka sendiri.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Related Posts