0 Comments

Kuala Lumpur – Serial Malaysia bertajuk Bidaah tengah menjadi perbincangan hangat di media sosial setelah salah satu dialognya viral: “Bayangkan muka Walid”. Kalimat itu sontak menuai respons beragam dari warganet, bahkan memicu perdebatan antara penggemar dan pengkritik. Namun di balik viralnya cuplikan tersebut, Bidaah menghadirkan narasi yang jauh lebih kompleks dan kontroversial.

Disiarkan melalui platform penstriman lokal sejak awal April 2025, serial ini mengangkat tema konflik antara tradisi, agama, dan hasrat pribadi, yang dikemas dalam balutan drama keluarga dan misteri sosial.


Mengupas Konflik Kepercayaan dan Keluarga

Bidaah berkisah tentang seorang ustaz muda bernama Walid (diperankan oleh Ashraf Nasser) yang baru saja kembali ke kampung halamannya setelah menempuh studi agama di Timur Tengah. Kepulangannya disambut penuh harap oleh warga desa yang melihatnya sebagai figur pembawa pencerahan. Namun, segala sesuatunya berubah ketika Walid menolak tradisi lokal yang dianggapnya menyimpang dari syariat.

Konflik pun pecah antara Walid dan pemuka adat kampung yang selama ini menjaga keseimbangan antara agama dan budaya. Di sisi lain, Walid harus menghadapi pergolakan batin ketika terlibat dalam hubungan emosional dengan Sofia (lakonan Puteri Aishah), wanita yang sejak lama mencintainya, tetapi kini terikat oleh pernikahan dengan pria lain.


Dialog yang Menyulut Perhatian

Adegan yang viral terjadi dalam episode ketiga, ketika Sofia, dalam kondisi kalut, melontarkan dialog penuh emosi:

“Kalau kau tak mampu bayangkan Tuhan, bayangkan muka Walid masa kau buat dosa tu.”

Ungkapan itu langsung menyulut reaksi dari publik, sebagian menilai kalimat tersebut menyentuh secara spiritual, sementara yang lain menganggapnya kontroversial dan berpotensi menyimpang. Beberapa pihak menuduh serial ini mencoba “mengagungkan manusia setara Tuhan,” meski produser membantah dengan menyatakan konteksnya justru untuk menyindir pola pikir sebagian orang yang hanya takut pada figur manusia.


Disambut Antusias, Dikecam Sebagian

Meski menuai kritik, Bidaah berhasil mencatat lebih dari 1,5 juta penonton dalam dua minggu penayangan, menjadikannya salah satu serial dengan pertumbuhan tercepat di platform RTM+ tahun ini. Diskusi tentang serial ini meluas hingga ke forum akademis dan dakwah, memicu debat tentang batasan dakwah kreatif dalam media populer.

Sutradara serial ini, Farid Raziq, menyatakan bahwa Bidaah bukan untuk menggurui, melainkan membuka ruang refleksi tentang makna ibadah, simbolisme, dan kesalehan sosial.

“Di zaman media digital ini, kami ingin mengajak penonton merenung. Kadang yang membuat kita patuh bukan karena cinta pada Tuhan, tapi takut pada pandangan orang seperti Walid. Nah, itulah yang kami kritisi,” ujarnya dalam wawancara.


Serial Sarat Nuansa Simbolik

Bidaah banyak menggunakan elemen visual simbolik—dari pencahayaan dramatis hingga penggunaan narasi internal—untuk menyampaikan kegelisahan para tokohnya. Nuansa gelap, monolog panjang, serta adegan dialog religius yang intens menjadikan serial ini berbeda dari drama mainstream Malaysia lainnya.


Penutup

Meski mengundang kontroversi, Bidaah sukses menempatkan dirinya di pusat diskusi budaya populer dan spiritualitas Islam kontemporer di Malaysia. Serial ini tidak sekadar tontonan, tetapi juga undangan untuk merenung—tentang apa yang benar, siapa yang patut diteladani, dan bagaimana manusia menjalani keimanan di tengah realitas sosial yang penuh tarik ulur.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Related Posts