Keberhasilan film “Agak Laen” di kancah perfilman Indonesia ternyata tak hanya mencuri perhatian penonton lokal, tetapi juga menarik minat industri film internasional. Baru-baru ini, sebuah perusahaan produksi asal Korea Selatan dikabarkan tengah menjajaki peluang untuk membuat remake resmi dari film komedi horor ini, yang menjadi salah satu kejutan box office terbesar tahun ini di Indonesia.
Menanggapi kabar tersebut, sang sutradara Muhadkly Acho memberikan tanggapan yang penuh semangat namun tetap hati-hati. Dalam wawancara singkat yang dirilis kepada media, ia mengaku senang filmnya diapresiasi di luar negeri, tetapi juga menekankan pentingnya menjaga esensi budaya dan nilai lokal dalam versi adaptasi.
“Kami tentu bangga, karena ini menunjukkan bahwa cerita dan karakter ‘Agak Laen’ bisa diterima secara universal. Tapi kami juga berharap adaptasinya tidak hanya meniru secara permukaan, melainkan bisa memahami konteks dan rasa yang kami bangun,” ujar Acho.
Film dengan Rasa Lokal, Tapi Resonansi Global
“Agak Laen” merupakan film bergenre komedi-horor yang unik, menggabungkan elemen lokal, humor khas Indonesia, serta isu sosial yang dibalut dalam gaya narasi yang ringan namun kritis. Keberhasilan film ini tak lepas dari kekompakan empat pemeran utamanya—yang juga bagian dari grup komedi populer—dan pendekatan naskah yang tidak klise.
Menariknya, film ini berhasil meraih jutaan penonton di bioskop dalam waktu singkat, dan bahkan menembus pasar streaming regional. Itulah yang kemudian menarik perhatian produser film dari Korea Selatan yang dikenal dengan kemampuan mereka mengadaptasi naskah luar negeri menjadi sesuatu yang segar dan relevan bagi pasar mereka, seperti yang terlihat dalam sejumlah remake film Jepang, Tiongkok, bahkan Eropa sebelumnya.
Tantangan Adaptasi Lintas Budaya
Meski remake bukan hal baru dalam industri perfilman global, mengadaptasi film seperti “Agak Laen” bukan perkara mudah. Cerita ini sangat kental dengan konteks budaya Indonesia—dari bahasa, kebiasaan masyarakat, hingga latar tempat seperti rumah hantu dan dinamika sosial kelas pekerja.
Acho menegaskan bahwa jika adaptasi ini benar-benar terjadi, ia berharap bisa berdialog langsung dengan tim produksi Korea agar remake tersebut tetap menghormati akar cerita aslinya, meskipun disesuaikan dengan selera dan konteks lokal di sana.
“Kami terbuka untuk kolaborasi. Saya percaya, jika dilakukan dengan pendekatan yang sensitif dan kreatif, versi Korea bisa memberikan warna baru yang menarik,” tambahnya.
Reaksi Warganet dan Penikmat Film
Kabar ini juga memicu antusiasme di media sosial. Banyak warganet yang merasa bangga film lokal bisa dilirik pasar internasional. Namun ada pula yang khawatir remake tersebut justru akan menghilangkan unsur “ngakak tapi mengena” yang menjadi kekuatan film aslinya.
“Jangan sampai cuma jadi adaptasi yang lucu tapi kehilangan makna,” tulis seorang pengguna Twitter.
Sebagian pengamat film menilai langkah ini bisa membuka jalan bagi lebih banyak karya sineas Indonesia untuk mendapat pengakuan global. Apalagi, dengan popularitas sinema Korea yang saat ini mendunia, remake dari film Indonesia bisa menjadi jembatan penting dalam pertukaran budaya di ranah kreatif Asia.
Langkah Selanjutnya: Masih Dalam Tahap Pembicaraan
Sampai saat ini, proyek remake “Agak Laen” versi Korea masih berada pada tahap awal penjajakan. Pihak rumah produksi Korea belum mengumumkan nama sutradara atau jajaran pemeran, dan belum ada konfirmasi resmi terkait tanggal rilis maupun platform penayangannya.
Namun yang jelas, perhatian ini menjadi bukti bahwa cerita lokal dengan kekuatan naratif yang jujur dan jenaka bisa menembus batas negara.