0 Comments

Serial Bidaah, yang belakangan ini ramai diperbincangkan di media sosial karena nuansa gelap dan kritik sosial yang tajam, ternyata menyimpan kisah menarik di balik proses kreatifnya. Dalam sebuah wawancara eksklusif, sang kreator, Haris Fadhil, akhirnya buka suara tentang sumber inspirasi serial kontroversial tersebut—yang ternyata bukan sekadar fiksi belaka.
Bukan Sekadar Imajinasi
Saat ditemui usai pemutaran terbatas episode terakhir di Jakarta Selatan, Haris dengan tenang menjelaskan bahwa benih cerita Bidaah muncul dari keresahannya melihat realitas sosial dan sejumlah kasus kekerasan berbasis dogma yang pernah mencuat di beberapa daerah di Indonesia.

“Ini bukan tentang menyudutkan kelompok mana pun, tapi tentang bagaimana tafsir bisa disalahgunakan untuk kekuasaan. Sayangnya, ini bukan cerita yang sepenuhnya saya ciptakan dari nol. Ada kejadian-kejadian nyata yang menjadi referensi,” ujarnya.

Meski tidak menyebutkan lokasi atau pihak tertentu, Haris mengakui bahwa dirinya menghabiskan waktu hampir satu tahun untuk melakukan riset mendalam. Ia bahkan sempat turun langsung ke beberapa wilayah dan mewawancarai korban, eks anggota kelompok ekstrem, hingga tokoh agama lokal.

Kekuatan Narasi dan Keberanian Menyuarakan Tabu
Serial Bidaah menceritakan tentang sebuah desa fiktif bernama Karangjati, tempat di mana ajaran agama dijadikan alat pengendali sosial secara represif oleh pemimpinnya. Tokoh utamanya, Raka, seorang jurnalis muda yang kembali ke kampung halamannya, perlahan mengungkap lapisan kengerian yang tertutup rapi oleh simbol-simbol keimanan.

Apa yang membuat Bidaah mencolok di tengah gempuran serial drama romansa dan komedi, adalah keberaniannya menyentuh isu tabu: manipulasi agama, kekuasaan yang korup, dan trauma kolektif.

“Kalau penonton merasa tidak nyaman, itu bagus,” kata Haris. “Karena memang kenyataan itu kadang tidak nyaman untuk dihadapi.”

Tantangan Sensor dan Protes
Tak heran jika sejak awal, Bidaah menghadapi tantangan berat. Beberapa pihak sempat melayangkan protes bahkan desakan pelarangan penayangan. Namun karena platform penayangnya merupakan layanan streaming berbayar dengan regulasi yang lebih fleksibel, serial ini tetap bisa tayang utuh tanpa potongan.

Haris mengungkap bahwa bagian paling menantang bukan hanya membuat ceritanya, tapi meyakinkan tim produksi dan investor agar tetap berani mendukung narasi ini.

“Saya bilang dari awal, ini bukan buat cari sensasi. Ini tentang kejujuran,” tegasnya.

Reaksi Penonton: Takjub dan Tersentil
Meski menuai kontroversi, serial ini juga mendapat banyak pujian dari kalangan kritikus dan penonton yang rindu tayangan lokal dengan bobot cerita serius. Di platform ulasan film daring, Bidaah mendapat rating tinggi dan disebut sebagai salah satu serial Indonesia paling berani dalam satu dekade terakhir.

“Saya sampai dua kali berhenti nonton karena emosional banget. Tapi habis itu lanjut lagi, karena penasaran,” tulis seorang pengguna di forum diskusi film.

Akankah Ada Musim Kedua?
Menjawab pertanyaan soal kelanjutan serial ini, Haris tidak memberi jawaban pasti. Ia mengaku masih ingin “membiarkan luka dari musim pertama itu bernapas dulu.”

Namun yang pasti, Bidaah telah membuka jalan baru bagi serial-serial lokal yang berani menyuarakan keresahan sosial secara jujur, tanpa harus menggurui.

Kalau kamu butuh versi singkatnya untuk caption media sosial atau thread Twitter/X, tinggal bilang aja ya!

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Related Posts