Jakarta – Konten bertajuk “Bidaah” tengah menjadi sorotan di jagat maya. Dalam kurun waktu hanya satu bulan, video dan materi digital yang mengangkat isu ini diklaim telah menembus angka 1 miliar tayangan secara kumulatif di berbagai platform, mulai dari YouTube, TikTok, hingga Instagram Reels.
Angka fantastis tersebut mencuat dari data tidak resmi yang beredar di kalangan pelaku konten religi dan media daring, yang menyebut istilah “bidaah”—yang merujuk pada praktik ibadah yang dianggap tidak memiliki landasan syariat dalam Islam—kembali menjadi topik hangat sekaligus kontroversial di tengah masyarakat digital Indonesia.
Viral Lewat Potongan Ceramah dan Reaksi Netizen
Lonjakan tayangan disebut berasal dari video pendek ceramah yang menyentuh tema bidaah, disertai berbagai reaksi dan debat di kolom komentar. Beberapa ustaz dan pendakwah dengan jumlah pengikut jutaan turut membahas topik ini dalam siaran langsung, konten potongan khutbah, hingga podcast religi.
Platform TikTok mencatat setidaknya ratusan ribu video dengan tagar #bidaah yang disaksikan puluhan juta kali. Sebagian besar di antaranya menampilkan potongan ceramah dari tokoh-tokoh ternama, dengan cuplikan kalimat kontroversial seperti “ini jelas bidaah”, atau “jangan tambahkan yang tidak diajarkan Nabi”.
Fenomena ini memunculkan respons beragam dari netizen. Ada yang menyambut baik diskursus agama di ruang digital, namun tak sedikit pula yang mengkhawatirkan konten-konten tersebut justru menyulut perpecahan dan salah paham di kalangan umat.
Pakar Komunikasi: Sensitif Tapi “Clickable”
Pengamat media digital dari Universitas Indonesia, Dr. Arief Suryadinata, menilai bahwa lonjakan konsumsi konten bertema bidaah tidak lepas dari karakteristik algoritma media sosial.
“Topik agama, apalagi yang berkaitan dengan pembenaran dan penyimpangan, sangat sensitif secara sosiologis. Tapi justru karena itu, dia mudah viral—karena mendorong respons emosional. Dan itu yang dicari algoritma,” jelasnya.
Menurut Arief, angka 1 miliar tayangan bisa saja benar secara agregat, jika dihitung dari seluruh potongan video, klip reaksi, komentar ulang, dan versi multibahasa yang tersebar di berbagai platform.
Majelis Ulama: Dakwah Harus Sejuk, Bukan Menghakimi
Menanggapi tren ini, Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengingatkan para pendakwah untuk bijak dalam menyampaikan materi keagamaan, terutama di ruang digital yang terbuka dan luas.
“Kita tentu mendukung dakwah lewat media sosial, tapi jangan sampai materi-materi seperti bidaah hanya dijadikan bahan sensasi. Harus ada pendekatan edukatif, bukan menghakimi,” kata Ketua MUI Bidang Dakwah, KH Cholil Nafis, dalam pernyataannya, Jumat (4/4).
Ia juga mengimbau agar umat tidak cepat terpancing hanya dari cuplikan video pendek, melainkan mencari pemahaman menyeluruh dari konteks ceramah atau kajian yang lebih lengkap.
Penutup
Fenomena “bidaah” yang viral di media sosial menjadi gambaran nyata bagaimana isu keagamaan masih memiliki daya tarik tinggi dalam lanskap digital Indonesia. Meskipun belum ada verifikasi resmi soal capaian 1 miliar tayangan, dinamika ini mencerminkan kebutuhan akan literasi keagamaan dan digital yang lebih kuat.
Di tengah gelombang konten viral, masyarakat diharapkan mampu bersikap kritis, menyaring informasi dengan bijak, dan menjadikan diskusi agama sebagai sarana memperkuat ukhuwah, bukan memecah belah.